Mengingat ini adalah desa kelahiran saya, maka saya akan bercerita tentang desa saya ini. Desa Kedungsana terletak di Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon. Tetangga desa ini adalah desa Soka, di sisi utara, Desa Pesanggrahan di sisi barat, Desa Karang Asem disisi selatan. Desa saya ini terbagi menjadi beberapa blok, antara lain blok desa (ini tempat rumah saya), blok dermaga kulon, blok sampurna, dan blok sabrang wetan.
Desaku ini memiliki satu masjid besar dan memiliki 2 buah Sekolah Dasar. Selain itu, memiliki lapangan volly yang berada di alun-alun desa dimana saya dahulu senang bermain volly disini. Jika ingin tahu wilayah Desa Kedungsana , silahkan lihat pada maps di bawah ini :
Nah, sekarang saya akan menceritakan bagaimana sejarah desa saya pada zaman dahulu, ini bukan hanya sejarah desa, tapi ini juga adalah sejarah keluarga saya dimana nenek dari nenek dan nenek saya jaman dahulu adalah kepala desa (kuwu) pertama di desa ini. Keluarga kami masih menyimpan pusaka desa seperti benda yang berbentuk payung yang hanya digunakan untuk pengangkatan kepala desa, juga kami memiliki pedati (kayu untuk menarik kerbau) yang dulu digunakan oleh nenek moyang keluarga saya untuk membajak sawah. Berikut cerita lengkapnya :
Dahulu kala disebuah kampung ada sepasang suami istri yang hidup
bahagia aman dan damai, sepasang suami istri tersebut sangat rajin dan
tekun bekerja, yang laki-laki bernama Ki Kedung dan istrinya bernama Nyi
Sana.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Ki Kedung dan Nyi
Sana bercocok tanam. Disamping menanam padi juga menanam palawija
seperti timun dan terong. Akhirnya smapai sekarang banyak orang-orang
kedungsana yang menanam palawija seperti : timun, terong, dan kacang
panjang serta palawija lainya pun ditanam pula. Maka jelaslah bahwa
penduduk Desa Kedungsana sebagian besar penghidupanya sebagai petani dan
buruh tani.
Tempat tinggal Ki Kedung dan Nyi Sana dilalui oleh
sebuah sungai yang membujur keutara. Sungai tersebut bernama “SOKA” yang
mata airnya dari Gunung Ciremai dan bermuara di Bondet. Sungai soka
membagi Desa Kedungsana menjadi dua, Blok Timur dan Blok Barat dan
sampai di ZBlok Soka sungai membelok kearah Timur Laut dan membagi Soka
Utara dan Soka Selatan.
Sekitar tahun 1450M, Ki Kedung dan Nyi sana mulai
kenal dengan Ki Kuwu Cirebon. Pada waktu itu Ki Kuwu Cirebon dengan
perahunya singgah ditempat kediaman Ki Kedung dan Nyi Sanasambil
menyebarkan agama islam, hubungan mereka sangat dekat dan semakin erat
sehingga Ki Kedung dan Nyi Sana sering berkunjung kerumah Ki Kuwu
Cirebon.
Seandainya Ki Kedung dan Nyi Sana lama tidak
berkunjung ke sana, maka Ki Kuwu mengajak istrinya untuk bermain kerumah
ketempat Ki Kedung dan Nyi Sana dengan menyebut “KEDUNGSANA” sejak
itulah desa itu dinamai Kedungsana.
Ki Kedung mendapat tugas untuk menjaga hutan yang ada
di Kedungsan yang akhirnya tempat itu dinamai “JAGAWANA”. Ketika itu
wilayah Cirebon merupakan bawahan Mataram untuk menjaga “NAGARUNTING”
karena Ki Kedung sudah tua maka tugas itu dibebankan kepada anaknya yang
bernama KI JENGGOT.
Disamping sebagai petani Ki Kedung juga memelihara
kerbau yang biasa digunakan untuk membajak sawah. Suatu hari pada waktu
memandikan kerbaunya di musim penghujan, waktu itu kebetulan sungainya
sedang banjir, Ki Kedung memperoleh sepotong bamboo yang hanyut disungai
tersebut.
Bambu itu dibawa pulang dan dibakar dengan rumput
pada tempat perapian, anehnya bamboo itu dapat berpindah tempat. Setelah
beberapa hari tetap dapat berpindah tempat, akhirnya bamboo dibelah dan
didalamnya terdapat sebilah keris.
Ki Jenggot mewakili Ki Kedung untuk berangkat ke
Mataram dengan dibekali keris kober. Pada waktu itu raja Mataram bernama
Senopati Nalaga Panatagama Ing Tana Jawa anak Ki Ageng Pamanahan.
Kebanyakan kuwu-kuwu yang mendapat tugas di Mataram tinggal namanya
saja. Kalau malam piket esok harinya meninggal Dunia.
Setelah sampai di Mataram Ki Jenggot disuruh menjaga
benda-benda jimat diantaranya keris nagarunting. Ceritanya pada waktu
tengah malam dari dalam karam keluar seekor ular besar kemudian keris
kober keluar sendiri dari sarungnya langsung menghadapi ular tersebut.
Ular tersebut berubah menjadi keris kembali. Akhirnya keris dengan keris
bertanding dan keris nagarunting ujungnya patah yang berarti mataram
kalah, kemudian Ki Jenggot diserang oleh setan-setan Mataram.
Ki Jenggot menghadapinya dengan tenang satu persatu,
setan dapat terkalahkan. Bahkan ada satu setan yang namanya Ki Muntili
mau dibanting namun setan itu meminta ampun dan mau jadei pembantu dan
menurut sesuai dengan perintah Ki Jenggot.
Keesokan harinya Ki Jenggot pulang di gendong, sampai
tanah leri (Semarang) disitu tanah yang terinjak ada yang bersuara bung. Karena itu digali dan didalamnya terdapat Gamelan
(balabandung) dan setiap hari raya gamelan itu dimandikan (dicuci) dan
ditabuh. Tapi sekarang gamelan itu tidak ada yang menyewa dan pada hari
raya dimandikan saja. Gamelan itu selalu beradea dirumah kuwu.
Dirumah Ki Jenggot, Ki Muntuli ditempatkan pada
kandang kerbau dan mendapat tugas untuk memandikan kerbau-kerbau itu.
Sayangnya Ki Muntili suka mengganggu orang-orang yang sedang mandi dan
sering memindahkan air ketempat lain.
Akhirnya Ki Muntili mendapat tugas Baru yaitu
membajak sawah, makanya di Kedungsana dulu tersiar kabar ada bajak yang
berjalan sendiri. Ki Muntili mau membajak sawah kalau ada hujan, banyak
Guntur dan kilat supaya dijemput. Tetapi sewaktu membajak di Tiroke Ki
Muntili kehujanan dan Ki Jenggot lupa menjemoutnya. Ki Muntili tersambar
petir tapi hanya kerbaunya saja yang mati dan dikubur disitu, kemudian
Ki Muntili pilang dan tempat tinggalnya pindah pada gamelan.
Pengganti mKi Jenggot adalah Ki Eter, Waktu Desa
masih di Timur Sungai (Blok Jamar Jati). Pada waktu itu Kedungsana
mendapatkan cobaan, ada seorang pengemis minta beras sekocel (sekitar
2,5 kg) dan seekor ayam putih. Permintaan pengemis tidak dikabulkan,
selang beberapa hari timbul angin kencang. Angin kencang tersebut
mengakibatkan serambi masjid yang ada dibagian depan terpelanting ke
Limbangan.
Dan asal mula nama Soka diambil dari nama seorang
pengeran Soka / Syekh Magelung dari Kembang Soka yang ada ditempat itu.
Pada waktu itu Syekh Magelung mengejar Nyi Mas Gandasari, Nyi Mas
Gandasari, Nyi Mas Gandasri bersembunyi di Kedungsana Soka dan Kedung
itu dinamai Kedung Kali Meneng.
Maka setelah Nyi Mas Gandasari lari ke utara
bersembunyi pada Kembang Soka, Syekh Magelung menyamar sebagai kumbang,
akhirnya tempat itu dinamai Soka.
NAMA – NAMA KUWU
DESA KEDUNGSANA
KEC. PLUMBON KAB. CIREBON
- KI KUWU JENGGOT
- KUWU ETER
- KUWU SARKANI / KUWU HAJI
- KUWU KALMIN / BUYUT KALMIN
- KUWU RENTAYIM / BUYUT RENTAYIM
- KUWU KALINTEN / BUYUT KALINTEN
- KUWU REMAS 1925 – 1955
- KUWU SUMINTA 1965 – 1968
- KUWU ASMAR 1968 – 1982
- Pj. KUWU SOETARJA 1982 – 1984
- KUWU MU’MIN .R 1984 – 1992
- Pj. KUWU ABDUL MAJID 1992 – 1994
- KUWU B.M. MAKHALI 1994 – 1999
- Pj. KUWU RUSTIJA 1999 -2001
- KUWU M. SURJAYA 2001 – 2011
- Pj. SYAFI’I
- KUWU OTONG 2011-SEKARANG
Nah itulah sekilas tentang desa saya. Menarik kan? walaupun agak berbau kerajaan zaman dahulu, tapi itulah yang namanya sejarah. Jadi, kita sebagai generasi muda yang baik, harus mengetahui dan menghormati sejarah tersebut. Semoga desa saya ini tetap jaya sampai akhir dunia nanti. Amin.